Pada tanggal 23 Mei 1920, ISDV (Indische Sociaal Democratische Vereniging) pun mengganti
nama menjadi Perserikatan Komunis Hindia atau Partai Komunis Indonesia (PKI), setelah banyak pengurusnya yang
berkebangsaan Belanda diusir penguasa kolonial dari Indonesia, termasuk
pendirinya Henk Sneevliet. Selain nama
“Partai Komunis Indonesia”, dinilai lebih mencerminkan prinsip perjuangan partai itu.
Bergabung Dengan Komintern
Konvensi pertama PKI di gelar di basecamp Sarekat Islam, di Semarang, Jawa Tengah, pada pertengahan
Desember 1920. Ribuan anggota dan simpatisan hadir disana, dan rapat
berlangsung tertutup dan underground, karena walaupun partai ini
sudah memiliki basis massa yang banyak, tapi keberadaan mereka masih illegal dimata pemerintah Belanda saat itu. Agenda
utama Konvensi ini adalah memutuskan satu soal penting tentang “bergabung
tidaknya PKI dengan Komunis
Internasional (Komintern)”.
Dari kesepakatan rapat itu,
akhirnya mereka memutuskan untuk berafiliasi dengan Komintern yang berpusat di Moscow (Uni Soviet), yang di kepalai
oleh Josep Vissarionovich Stalin.
Sehingga, kebijakan partai mau tak mau
harus segaris dengan apa yang dirumuskan di Moskow (Komintern), dan wakil
pertama Indonesia di rapat - rapat Komite Eksekutif Komunis Internasional di
Moscow adalah Sneevliet (yang sebelumnya dibuang Belanda) , setelah itu ada
Semaoen dan Darsono yang selanjutnya mereka menjadi agen - agen kunci
Komintern.
Saat kongres PKI 24-25 Desember 1921, Tan
Malaka (seorang aktivis PKI yang sebelumnya belajar ke Netherland dan kembali lagi ke Indonesia
tahun 1919), diangkat sebagai pimpinan partai.
Walaupun secara organisasi PKI
resmi bergabung dengan Komintern, namun pada masa-masa awal gerakan PKI, tak
semua garis kebijakan Moskow diikuti mentah-mentah. Misalnya pada tahun 1920, Komintern sempat menyerukan
kewaspadaan kaum komunis dalam menghadapi gerakan Pan Islamisme. Kritik Soviet
atas manuver kaum Muslim ini membuat aktivis PKI di Indonesia (Yang sebagian
besar aktif di Sarikat Islam), menjadi rikuh. Bahkan Sneevliet di Moskow
mengkritik garis kebijakan itu dan membela habis-habisan keputusan PKI untuk beraliansi
dengan sayap kiri Sarikat Islam (selanjutnya menjadi SI Merah).
Josep Vissarionovich Stalin |
Serikat Islam Merah
Perubahan nama
membuat PKI semakin
menguatkan hubungannya dengan Komintern, maka PKI semakin menarik garis
pertentangan dengan sangat keras terhadap Sarekat Islam. Perlu diketahui, anggota
PKI memang masih banyak yang terdaftar sebagai anggota Serikat Islam (keanggotaan
rangkap). Hal ini membuat pertentangan di tubuh Sarikat Islam itu sendiri
semakin mengerucut, yang akhirnya menyebabkan perpecahan.
Puncaknya Dalam Kongres Luar Biasa Central Sarekat
Islam (CSI) ke 6 pada bulan Oktober 1921 di Surabaya, Agus Salim dan Abdul Muis (tokoh SI), mendesak agar disiplin partai ditegakkan dan
melarang keanggotaan rangkap. Sarekat Islam pun pecah menjadi dua,
yaitu Sarekat Islam Putih yang berasaskan kebangsaan keagamaan di bawah
pimpinan Tjokroaminoto & Abdul
moeis, dan Sarekat Islam Merah yang berasaskan “kiri”
di bawah pimpinan Semaun yang berpusat di Semarang. Pembersihan itu baru tercapai
dalam Konggres CSI ke 7 di Madiun.
Dengan adanya
keputusan ini, anggota - anggota PKI yang juga menjadi anggota SI dikeluarkan
dari SI. Sebagai reaksi dari keputusan ini, pada bulan Maret 1923, PKI mengadakan kongres di Bandung, dan memutuskan SI ”Merah” berganti nama menjadi Sarekat Rakyat, yang pada puncaknya beranggotakan 60,000
orang.
Lalu pada bulan Desember 1924, dengan berbagai macam pertimbangan, Sarekat Rakyat resmi
bergabung ke dalam PKI termasuk juga kalangan buruh dan kaum tani. Karena selain
PKI lebih radikal dan anti kapitalis,
PKI juga lebih “hangat” dan lebih mewakili mereka, Sehingga dengan segera PKI
menjadi partai yang besar dan memiliki massa yang banyak. Dengan demikian,
PKI untuk pertama
kalinya mulai memimpin sendiri
organisasi massa.
Salah satu kegiatan Rapat Sarekat Islam |
Peningkatan Dan Kemunduran PKI
Pada awal tahun 1920-an, PKI
meraih pimpinan serikat buruh kerah biru. Berberapa bagian kaum buruh
diorganisir, misalnya buruh dok dan pelaut (hal ini dimulai oleh pemimpin
serikat pelaut yang diusir ke Belanda, yang berusaha komunikasi dengan
Indonesia).
Namun kemajuan-kemajuan ini,
berbanding lurus dengan kemunduran gerakan buruh umumnya, dan jumlah anggotanya
tidak kunjung bertambah. Pengaruh kaum buruh yang begitu kecil tidak dapat
memukul kembali tekanan-tekanan yang terjadi terhadapnya, terutama yang berasal
dari desa-desa. Para petani, bahkan banyak buruh yang kurang berpengalaman,
mudah memberontak. Mereka amat siap untuk beraksi secara militan, namun, dalam
kekalahan dengan kecepatan sama mereka menjadi apatis dan jatuh ke dalam
demoralisasi.
Media Massa Dan Terbitan PKI
Tahun 1920an merupakan masa membanjirnya terbitan rakyat, saat itu ruang
politik “demokratis” terbuka bagi rakyat. PKI juga melakukan agitasi
menggunakan media massa. Tak sedikit media Islam adalah pula media komunis.
Seperti dapat dijumpai di Semarang: Sinar
Hindia, Soeara Ra’jat, Si Tetap, dan Barisan
Moeda. Di Surakarta (Solo) antara lain Islam
Bergerak, Medan Moeslimin, Persatuan Ra’jat Senopati, dan Hobromarkoto Mowo. Di Surabaya ada Proletar, di Yogyakarta terkenal dengan
Kromo Mardiko dan di Bandung dengan Matahari, Mataram, Soerapati dan Titar. Di Jakarta ada dua, yaitu Njala dan Kijahi Djagoer.
Dalam Kongres PKI tahun 1924, PKI
membentuk Komisi Bacaan Hoofdbestuur PKI. Komisi ini
menerbitkan dan menyebarluaskan tulisan-tulisan serta terjemahan-terjemahan “literatuur socialisme” (istilah ini
dipahami oleh orang-orang pergerakan sebagai bacaan-bacaan guna menentang
terbitan dan penyebarluasan bacaan-bacaan kaum modal).
"Njala", Salah satu Koran terbitan PKI tahun 1926 |
Selanjutnya Sejarah Partai Komunis Indonesia (PKI) Part. 3
Sebelumnya Sejarah Partai Komunis Indonesia (PKI) Part. 1
Sumber :
1.
Orang Kiri Indonesia. Musso Si Merah Di Simpang Republik. Seri Buku Tempo. 2011.
2. Jacques
Leclerc , Aliran Komunis: Sejarah Dan
Penjara
3. Ruth McVey.
The Communist
Uprising of 1926-1927
in Indonesia: Key Documents. Ithaca. Cornell University
Press. 1960.
4. Wahyu
Wirawan, Aksi Partai Komunis Indonesia
1926-1965.
5.
http://id.wikipedia.org/wiki
Partai_Komunis_Indonesia.
No comments:
Post a Comment