Narasi
pembuka :
"Cita-cita
perjuangan kami untuk menegakkan kemurnian Pancasila tidak mungkin dipatahkan
hanya dengan mengubur kami dalam sumur ini".
Pada
suatu subuh 13 Januari di Desa Kanigoro, dekat kota Kediri tahun 1965, warga
desa sedang melakukan sholat subuh berjamaah. Ditempat lain terlihat beberapa
orang tak dikenal mengambil clurit di bilik bambu dan berjalan bergerombol
menuju ke suatu tempat. Setelah salam, imam memimpin untuk berdo’a, lalu tiba –
tiba masjid itu diserang segerombol orang tak dikenal tadi. Ada yang membawa
clurit , golok, bambu dan beberapa senjata tajam lainnya.
Mereka
menyerang imam dan jema’ah masjid tersebut secara membabi buta, tanpa alasan
yang jelas. Beberapa jemaa’ah melarikan diri. Gerombolan tersebut menganiaya
para jema’ah dan merusak serta menginjak – nginjak rak berisi Kitab suci
AlQur’an di masjid tersebut. Gerombolan orang tak dikenal tadi, diceritakan
sebagai simpatisan dari partai berlambang palu arit yang digambarkan sangat
jahat dan biadab dan terkesan anti agama.
Adegan
diatas merupakan salah satu “opening”di dalam
Film kolosal buatan anak negri, yang berjudul Penghianatan Gerakan 30
September Partai Komunis Indonesia atau G30 S/ PKI. Film
ini menceritakan tentang penumpasan aksi
PKI, salah satu partai komunis terbesar di dunia, yang pernah Berjaya di
republik ini oleh TNI yang dikomando oleh Soeharto.
Diceritakan
PKI merencanakan melakukan makar (penggulingan kekuasaan) terhadap rezim
Soekarno(Presiden Indonesia pertama), dengan cara membunuh para Dewan Jendral
(yang terdiri dari para jendral Angkatan Darat), yang di sinyalir anti PKI.
Juga aksi – aksi simpatisan seperti di awal adegan tadi dan aksi – aksi “jahat”
lainnya.
Sampai
pada akhirnya, tokoh – tokoh PKI dan simpatisan yang terlibat, ditangkap dan
dihukum mati oleh pemerintah.
Produksi : Tahun 1984
Sutradara : Arifin C Noer
Pemain : Umar Kayam (Soekarno), Amoroso Katamsi (Soeharto), Syu’bah Asa (DN Aidit), dan lain – lain.
Durasi : 220 Menit
Rekor : Biaya produksi terbesar, Rp. 800 juta (Jumlah yang besar waktu itu), film terlaris pertama di Jakarta pada 1984 dengan 699.282 penonton (belum terpecahkan hingga 1995), penghargaan Piala Citra untuk Penulis Skenario Terbaik pada 1985 dan film penghargaan Piala Antemas untuk kategori film unggulan terlaris 1984-1985.
Tujuan Film G30 S PKI
Film
ini merupakan film karya besar rezim Soeharto sebagai penguasa pada saat itu,
dan merupakan propaganda anti PKI, yang mana film ini merupakan versi resmi pemerintah Orde Baru yamng dipimpin Soeharto, terkait
gerakan pada 30 September 1965. Yang akhirnya peristiwa itu berbuntut
tumbangnya Soekarno yang digantikan rezim Soeharto yang dianggap sebagai
pahlawan dalam usahanya memberantas PKI.
Di awal film terdapat logo PPFN
(Pusat Produksi Film Negara), salah satu badan usaha milik pemerintah waktu
itu, sebagai bukti film ini “direstui “dan “dipesan”oleh Soeharto. Sehingga
film ini di harapkan mampu membuat opini publik terhadap PKI, dan lain –lainnya
, seperti yang digambarkan pada film tersebut.
Film Kontroversial
Menurut
para saksi dan berbagai ahli sejarah di berbagai sumber, ternyata film ini
banyak memuat cerita dan adegan “fiksi”, yang tidak berdasarkan kenyataannya.
Film ini disinyalir sebagai upaya pembelokan sejarah rezim Soeharto dan
antek – anteknya, dengan sejumlah fantasinya, demi kekuasaan dan hegemoni
massal melalui media Film, yang dengan sendirinya menambah kuat legitimasi
Soeharto sebagai penguasa pada waktu itu.
Adegan
– adegan tersebut secara sepihak, banyak menyudutkan Partai Komunis Indonesia
(PKI) sebagai ancaman stabilitas negara dan keterlibatan oknum – oknum lain di
dalamnya.Juga kontroversi - kontroversi lain didalamnya.
Bentuk kontroversial tersebut antara lain :
1. Pembunuhan para Jendral di
lubang buaya
Di film itu diceritakan adegan “horror” ketika para jendral
dibunuh dengan sadis oleh simpatisan PKI. Padahal dari hasil visum dan otopsi, juga beberapa
saksi wartawan yang melihat langsung, sama sekali tidak ditemukan tanda-tanda penganiayaan
sadis, seperti pencungkilan bola mata, penyiletan, sundutan rokok, pemotongan
alat kelamin dan lain – lain, yang dilakukan oleh anggota Gerwani (Gerakan
Wanita Indonesia) -sebagai salah satu organisasi wanita terbesar waktu itu-
dan Pemuda Rakyat, dua organisasi diduga dibawah PKI, seperti yang diberitakan oleh
media massa yang dikuasai Angkatan Darat ketika itu. Dari hasil visum dan
otopsi Para korban itu jelas mati
dibunuh dengan tembakan pasukan Cakrabirawa.
Adegan ini juga berbuntut ke salah satu diorama yang
terdapat di Monumen Lubang Buaya Pancasila Sakti, yang menggambarkan serupa
adegan di film.
2. Keterlibatan
Angkatan Udara
Lokasi kejadian
pembunuhan para jendral yaitu di lubang
buaya, dimana daerah Lubang Buaya termasuk lapangan Halim, yang jelas dikuasai
Angkatan Udara (dahulu AURI). Jadi secara tidak langsung Soeharto menuduh
adanya oknum – oknum Angkatan Udara yang terlibat. Angkatan Udara dituduh
Soeharto melatih anggota Pemuda Rakyat dan Gerwani. Diatambah lagi yang menculik
dan membawa para jendral kesana adalah
pasukan Cakrabirawa. Cakrabirawa sendiri yaitu resimen yang merupakan pasukan
gabungan dari TNI Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara dan Kepolisian
Republik Indonesia yang bertugas khusus menjaga keamanan Presiden RI pada zaman
pemerintahan Soekarno. Jadi menurut Soeharto, keterlibatan oknum AU semakin
kuat, Faktanya, Lubang Buaya berada di luar markas TNI AU, dan keganjilan
lainnya. Sehingga 30 tahun lebih TNI AU
harus menerima fitnah itu.
Materi dan isi Film Penghianatan G30S PKI banyak diisi
kekerasan. Pengulangan demi pengulangan kekerasan melalui film ini menyebabkan
memori masyarakat tidak tersentuh oleh misteri dibalik tragedi G30SPKI, bahkan
sampai sekarang. Ini merupakan salah satu pembodohan masyarakat tentang isu
ini. PKI dibenci dan dimaki, bukan karena ajaran atau faham yang
diajarkan tetapi karena film.
3. Rapat
PKI
Adegan Rapat PKI di Film ini merupakan salah satu
“trademark” yang paling dingat publik. “Shot big close-up” mulut-mulut sedang diskusi sambil menghisap
rokok dibawah cahaya lampu gantung remang - remang, menambah ke”angker”an di
setiap adegan rapat gelap yang dilakukan para tokoh PKI ini, sehingga menambah
kesan penuh muslihat. Padahal, menurut beberapa sumber, anggota PKI dilarang
merokok, apalagi didalm rapat.
4. Lagu Genjer – genjer
Pada saat adegan penyiksaan para jendral di lubang buaya,
terlihat juga para anggota Gerwani dan Pemuda rakyat melakukan penyiksaan
sambil menari – nari dan menyanyikan lagu genjer – genjer (soundtrack?).
Ini semakin menyudutkan tentang lagu ini yang dianggap
sebagai lagu nya PKI. Padahal lagu ini lagu rakyat yang sedang populer
waktu itu. Dalihnya adalah, lagu tersebut lagu milik PKI karena diciptakan oleh
seorang seniman Lekra (salah satu organisasi Kesenian dibawah PKI). Bahkan lagu
itu sempat dicekal dan dilarang pemutarannya.
Banyak
lagi kontroversi – kontroversi tentang film ini, yang akhirnya Pada
tahun 1998, setelah tumbangnya rezim pemerintahan Soeharto, banyak pihak semakin
mempertanyakan kebenaran sejarah, termasuk yang digambarkan dalam film ini. Akhirnya,
karena memang dianggap sebagai
propaganda Orde Baru, beberapa jendral TNI AU dan Menteri Penerangan pada tahun
1998, Yunus Yosfiah, kemudian melarang pemutarannya. Alasannya, berbau rekayasa
sejarah dan pembohongan publik.
Film
dan monumen Lubang Buaya Pancasila Sakti tersebut adalah bentuk propaganda
yang memutarbalikkan fakta di balik tragedi kemanusiaan 1965 yang menurut
penyelidikan Komnas HAM termasuk dalam kategori pelanggaran HAM berat.
Bahkan,
dari hasil penyelidikan Komnas HAM menyebutkan ada sembilan bentuk kejahatan
terhadap kemanusiaan yang dilakukan oleh Kopkamtib dibawah komando Soeharto
yang meliputi pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, pengusiran atau pemindahan
penduduk secara paksa, perampasan kemerdekaan atau kebebasan fisik, penyiksaan,
perkosaan, penganiayaan, dan penghilangan orang secara paksa terhadap para
korban 1965 di seluruh Indonesia minus Papua.
Sehingga
menambah jelas kalau film ini merupakan hasil rekayasa Soeharto dalam usahanya
membela diri dan alat merebut kekuasaan (setelah kejadian ini, rezim Soeharto
resmi menggantikan rezim Soekarno), dan mengkambing hitamkan PKI.
Efek Masyarakat
Film
G30 S PKI menjadi film wajib tonton masyarakat Indonesia, yang diputar setiap
tahun (setiap malam 30 September), antara tahun 1984 hingga 1997 di TVRI
(Stasiun televisi resmi milik Pemerintah). Apalagi dengan tidak adanya saingan
stasiun – stasiun televisi swasta seperti sekarang, menambah antusiasisme masyarakat
semakin besar terhadap film ini.
Diluar benar tidaknya kontroversi
yang ada di film ini, Secara tidak langsung, film ini sangat mempengaruhi opini
– opini publik masyarakat Indonesia terhadap sosok Partai Komunis Indonesia
yang berperan sebagai antagonis di film tersebut.
Majalah
Tempo misalnya, pada bulan September tahun 2000, membuat survey tentang
pengaruh film ini terhadap masyarakat. Hasil indoktrinasi lewat buku sejarah (salah
satunya pelajaran PSPB yang sekarang juga sudah dihapuskan) dan media
propaganda film G 30 S PKI (salah satu yang utama), itu sungguh dahsyat.
Responden dari 1.110 pelajar SMA di tiga kota (Surabaya, Medan, dan Jakarta)
jadi begitu konservatif, menolak semua yang berbau PKI dan komunis.
Menurut sebagian besar responden, komunisme
itu merupakan paham yang antiagama (69 %) dan sangat radikal (24 %). Meskipun
komunisme sudah ditumpas puluhan tahun silam dari bumi Indonesia, banyak yang
masih percaya ia akan bangkit kembali (47 persen). Karena itu, separuh
responden berpendapat sebaiknya komunisme tak diajarkan sebagai ilmu
pengetahuan. Buku-buku tentang komunisme juga sebaiknya dilarang beredar. Sebagian
besar responden juga percaya adegan yang ada dalam Pengkhianatan G30S/PKI itu
benar-benar terjadi.
Ini bukti bahwa hasil propaganda
Soeharto cukup berhasil! Setidaknya sampai tahun 2000 ketika survey dilakukan
.
Kesimpulan
Film
G 30 S/ PKI akhirnya memang resmi dihentikan penayangannya karena memang film yang dianggap membelokan fakta sejarah. Tapi di balik itu,
tersimpan banyak misteri dan memori yang menyelimuti film tersebut, untuk dijadikan renungan dan pelajaran buat
masyarakat Indonesia.
Diharapkan
bagi setiap generasi muda khususnya, bisa lebih arif dan bijak serta subjektif dalam
menilai salah satu organisasi komunis terbesar di Asia ini, diluar kontroversi
apapun di belakangnya. Banyak buku – buku dan literatur – literatur yang bisa
kita jadikan referensi dalam menguak lebih dalam tragedi bangsa tersebut, bukan
hanya dengan tahu satu versi saja, seprti versi pemerintah yang berkuasa.
Bagi
saya pribadi, yang memang pernah menonton Film G 30 S/ PKI sampai umur 15 tahun, film
itu hanya hanya menyisakan memori gak penting untuk mengingat beberapa naskah adegan saja
yang akhirnya menjadi legenda :), seperti , "Teken jenderal,
teken!", “darah itu merah jendral”, "Penderitaan itu pedih jenderal.
Sekarang rasakan sayatan silet ini. Pedih!. Tapi tidak sepedih penderitaan
rakyat" , adegan rapat PKI dengan kepulan asap rokok, atau adegan para
penyiksa yang tertawa-tawa bengis sambil menyanyikan lagu 'Genjer-genjer'. That’s
All!
Merdeka!
Sip!! Sulit sekali mencari sudut pandang seorang Komunis prihal film ini, mengingat para Komunis dewasa ini bersembunyi gara-gara doktrinisasi Orde Baru. Terima kasih sudah membuka pandangan anda sendiri. Saya hanya penasaran, bagaimana pandangan seorang komunis terhadap film ini. Sekali lagi, terima kasih. Merdeka! :D
ReplyDeleteTerimakasih juga mas @jalukancana, saya bukan feminis, saya bukan anarkis, saya bukan komunis, saya bukan agnostik-teis, saya bukan revolusionis, saya bukan radikalis, saya bukan aktivis, saya bukan nasionalis, saya bukan pancasilais, saya cuman belajar menulis :)
ReplyDeletekebusukan yang disembunyikan oleh si HARTO
ReplyDeleteBapak Pembangunan ENDonesia :)
ReplyDeleteWalaupun Film ini Bohong/Fiktif
ReplyDeletetetap PKI pembunuh para Jendral
MERDEKA
Terlepas dari benar tidaknya film ini sebenarnya ada baiknya juga supaya PKI tidak bisa hidup di negeri kita... dari pada saling ribut menjelekka suharto toh dia juga pemimpin bangsa kita yang saya anggap benar benar bapak pembangunan.. Ingat PKI bukan sekali ini saja melakukan kudeta tapi dulu juga pernah pada th 1948 lewat kepemimpinan muso dan th 1962 ... selepas itu baru th 65 lewat kepemimpinan dn. aidit... sudah sampe 3x memberontak kepada negara apakah PKI itu bisa dikatakan baik....
ReplyDeleteyang jelas, PKI itu anti agama. so.., kalo kalian yang tinggal di negara indonesia ini masih ber agama, maka kalau PKI memimpin negara, maka kalian akan dibunuh juga seperti para santri & kyai pada saat Muso & Aidit memimpin PKI.
ReplyDeletepki apapun alasanya tak pantas hidup di bumi indonesia sudah terbukti pki makar th 1926, 1948 membantai ulama kiyai peasntren dan th 1965 pembunuhan secara keji pada jenderal putra terbaik bangsa jadi terlepas dari benar slahnya fim g 30 spki ..pki harus dibumi hanguskan dari indonesia merdeka
ReplyDeleteHanya akal sehat dan kecerdasan spiritual lah yg dapat memilahnya, maka syukurilah Nikmat-NYA.
ReplyDeletekejahatan tetaplah kejahatan. dari sejarah kita belajar agar Bangsa ini bisa lebih baik lagi. apapun alasannya, KOMUNIS tetaplah KOMUNIS, suatu ideologi yang antiagama. 3 kali pemberontakan di BUMI INDONESIA sudah lebih dari cukup sebagai bukti kita agar paham ini tidak boleh tumbuh mengakar di INDONESIA TERCINTA. hati-hati kebangkitan mereka, kini mereka ada dimana2 memutarbalikkan fakta, agar mereka dapat dengan leluasa mengibarkan kembali panji2 ideologi laknat mereka. SALAM NKRI.
ReplyDeleteWalaupun tidak mengalami masa PKI,tapi dari cerita kakek dan orang tua kami, memang masa PKI sangat sadis dan warga dihantui rasa ketakutan, seriap rumah dibuat lubang berbentuk huruf L yang gunanya dijadikan tempat bersembunyi dan kuburan yang di buat sendiri, banyak cerita yang mereka ceritakan tentang kekejaman PKI yang mereka alami sendiri,,,,
ReplyDelete