"Kamu itu tidak tau sejarah,
jangan baca yang macem – macem, sekolah saja yang bener", Begitu ucap seorang
bapak (setengah menghardik) dari salah satu teman saya, yang tak lain adalah seorang pensiunan
militer berpangkat menengah, ketika tanpa sengaja dia membaca sekilas buku yang
saya bawa, ” Orang-orang di Persimpangan Kiri Jalan (Soe Hok Gie)", di
rumahnya, saat saya berkunjung menemui
anaknya, 13 tahun yang lalu, sekitar tahun 2000 di Yogyakarta.
Ungkapan diatas mengingatkan saya dengan buku yang saya baru baca bulan kemarin berjudul “Musso, Si Merah
Di simpang Republik" (Seri Buku TEMPO : Orang Kiri Indonesia”). Diawal
buku ditulis ketika ada seorang
pensiunan letnan jendral Angkatan Darat, yang berkata kepada salah satu
wartawan TEMPO yang menulis laporan utama, tentang bekas Ketua Partai Komunis
Indonesia, Dipa Nusantara Aidit. “Mengapa DN Aidit? Kalian tak mengerti sejarah”,
katanya setengah menghardik.
Semua itu jelas berkaitan erat
dengan serentetan peristiwa yang melibatkan antara Partai Komunis terbesar di
Asia, dengan salah satu "unit arogan" di republik ini (militer). Saya tidak tau
bapak dari teman saya itu pernah terlibat langsung, mengerti benar semua alur
ceritanya, sekedar isu yang berkembang di antara para anggota
militer waktu itu, atau beribu alasan lainnya. Saya tidak akan pernah tau pasti karena semuanya punya versi cerita masing-masing, dan yang terpenting saya juga tidak hidup di zaman itu :).
Karena itulah buku sejarah ditulis, untuk menginformasikan "sesuatu" yang terjadi di masa lalu untuk diberitahukan buat orang - orang di masa depan.
Sejarah bukan mitos, bukan
filsafat, juga bukan ilmu pasti, banyak kemungkinan dan versi yang menghiasi setiap lembarnya. Banyak sekali saksi yang terlibat didalamnya, sehingga tidak salah jika muncul berbagai versi. Ada "atas" ada "bawah", "kanan" ada "kiri". Dan salah tidaknya versi - versi tersebut tergantung pemahaman dan subjektifitas, sehingga berkembang menjadi suatu analisa berujung kepercayaan. Semuanya adalah HAK. Sehingga tidak ada yang salah dan tidak “macem - macem” juga,
kalo kita mempelajari dan memahami bahkan akhirnya mempercayai sejarah dari versi yang berbeda.